Main Article Content
Abstract
Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditas perkebunan sebagai komoditas ekspor. Keunggulan kakao Indonesia di pasaran dunia cukup kompetitif dilihat dari sisi kualitas, sebagai pencampur kakao lainnya. Namun produktivitas khususnya di Bali masih sangat jauh dari potensinya hanya 500 kg biji kering per hektar. Penggerek buah kakao dan busuk buah kakao sebagai penyebab rendahnya produksi yang sampai kini belum terkendali optimal. Penggunaan pestisida kimia semakin tidak efektif bahkan biaya menjadi kurang efisien dan tidak ramah lingkungan. Beralih kepada penggunaan agen pengendali hayati (APH) dapat sebagai pilihan yakni metabolit sekunder (MS) Trichoderma. Untuk jangka panjang dapat diisolasi di wilayah petani kakao sendiri. Pembuktian efektivitas MS Trichoderma ditingkat lapang perlu dilakukan dengan kajian. Kajian dilaksanakan di 2 subak abian yakni Subak Abian Amerta Asih, Desa Selemadeg Kecamatan Selemadeg seluas 25 ha dan Subak Abian Waru, Desa Gunung Salak, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan 25 Ha (total 50 ha). Kajian dirancang menggunakan rancangan percobaan berpasangan. Perlakuan PHT dan non PHT/eksisting, yang dilakukan di tanaman kakao 10 petani koperator terpilih sebagai ulangan. Komponen teknologi pemupukan, pemangkasan, sanitasi dan panen sering dilakukan dengan konsisten. Kedua perlakukan hanya dibedakan dengan penambahan MS Trichoderma pada perlakuan PHT. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan t-test dengan program SPSS 17.0. Parameter yang diamati antara lain: serangan helopeltis, penggerek buah dan busuk buah kakao. Penambahan MS Trichoderma cukup efektif mengendalikan penyakit busuk buah kakao, namun berpengaruh/berbeda tidak nyata terhadap helopeltis dan penggerek buah kakao.