Main Article Content

Abstract

Sebelum UUPA disahkan, masalah pertanahan di Indonesia diatur dalam hukum benda Buku II KUH Perdata (BW). Dalam Buku II KUHPerdata mengatur beberapa hak barat terkait tanah yaitu : hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal, hak hypotheek, dan hak lain – lain yang dapat membebani hak eigendom. Hak eigendom atas tanah dinyatakan dalam Pasal 571 Bab Ketiga Buku II KUHPerdata, yang menentukan bahwa “Hak milik (eigendom) atas sebidang tanah mengandung di dalamnya kemilikan atas segala apa yang ada diatasnya dan di dalam tanah.” Namun setelah UUPA disahkan pada tanggal 24 September 1960, keanekaragaman aturan tersebut diakhiri. UUPA dan berbagai peraturan pelaksanaan lainnya merupakan hukum tanah nasional tunggal untuk semua tanah di seluruh wilayah negara. Setelah berlakunya UUPA, hak-hak atas tanah yang pernah ada yang berasal dari tanah adat dan tanah barat tersebut harus dikonversikan sesuai dengan ketentuan konversi yaitu pasal I dan pasal II.UUPA, sesuai dengan hak –hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Adapun pengertian konversi adalah “perubahan status dari hak atas tanah, dari status tanah menurut perundangundangan agraria sebelum UUPA menjadi status tanah menurut hak tanah yang disebutkan dalam Undang-undang Pokok Agraria”. (Effendi Perangin, 1986). Selanjutnya sesuai dengan ketentuan Pasal 19 UUPA dan penjelasannya, bahwa untuk menjamin adanya kepastian hukum semua hak atas tanah harus didaftarkan, dan pendaftaran tanah itu harus dilakukan dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti serta dijalankan oleh masyarakat yang bersangkutan. Hasil dari pendaftaran tanah adalah sertifikat yangt merupakan alat bukti yang kuat atas kepemilikan hak atas tanah. Jenis penelitian yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah penelitian yuridis normatif.

Keywords

Kekuatan Hukum, Pendaftaran Hak Atas Tanah, Hak Eigendom

Article Details